Senin, 01 Februari 2010

Rangkuman Asam-Basa

Nama : Repiantika
Kelas : IIA
A. INDIKATOR-INDIKATOR ASAM-BASA
1. Teori Perilaku Indikator
Analis mendapat keuntungan dari perubahan pH yang besar yang terjadi dalam titrasi untuk menentukan saat kapan titik ekivalen dicapai. Ada banyak asam dan basa organik Iemah yang bentuk tak–terurainya dan bentuk ioniknya memiliki warna yang berbeda. Molekul tersebut bisa digunakan untuk menentukan kapan penambahan titran telah mencukupi, dan dinamakan indikator visual. Sebuah contoh sederhana adalah p-nitrofenol, yang merupakan asam lemah yang terurai sebagai berikut :




Bentuk tak–terurai p-nitrofenol tidak berwarna, tetapi anionnya, yang mempunyai suatu sistem pengubah ikatan tunggal dan Banda (sistem terkonjugat), berwarna kuning. Molekul-molekul (atau ion-ion) yang mempunyai sistem terkonjugat tersebut menyerap sinar berpanjang gelombang lebih panjang ketimbang molekul-molekul sebanding yang tidak ada sistem terkonjugatnya. Sinar yang diserap seringkali berada pada bagian tampak dari spectrum, sehingga molekul atau ion tersebut berwarna.
Indikator fenolftalein (di bawah) yang sudah dikenal merupakan asam diprotik tidak berwarna. Indikator ini terurai dahulu menjadi bentuk tidak berwarnanya












Na+ O3S N = N N (CH3)2 + H3O+

In, kuning H
Metil Oranye Na+ O3S N N = = N (CH3)2 + H2O

In merah muda

Dan kemudian dengan hilangnya proton kedua, menjadi ion dengan sistem ter¬konjugat; menghasilkan warna merah. Metil oranye, indikator Iainnya yang banyak digunakan, merupakan basa dan berwama kuning dalam bentuk molekul¬nva_ Penambahan proton menghasilkan kation yang berwarna merah muda.
2. Penentuan Rentang Perubahan Warna Suatu Indikator
Untuk mudahnya mari kita beri nama suatu indikator asam sebagai Hln, dan indikator basa sebagai ln. persamaan penguraiannya adalah
Hln + H2O H3O+ + ln-
ln + H2O InH+ + OH
tetapan penguraian dari asam adalah
Ka = [H3O+] [In-]
[Hln]
Dalam bentuk logaritmanya, ini menjadi
PH = PKa – log
Tabel 1. Rasio Bentuk Warna dari Indikator pada Berbagai Nilai pH
pH LARUTAN RASIO
[Hln]/[In] WARNA
1
2
3
4
5
6
7
8 10.000 : 1
1000 : 1
100 : 1
10 : 1
1 : 1
1 : 10
1 : 100
1 : 1000 Merah
Merah
Merah
Merah
Oranye Rentang
Kuning
Kuning
Kuning

Perubahan pH minimum yang dibutuhkan untuk perubahan warna ini diacu sebagai rentang indikator. Dalam contoh kita, rentangnya adalah dari 4 sampai 6. Pada nilai pH menengah, warna yang ditunjukkan oleh indikator bukan merah maupun kuning tetapi mendekati oranye. Pada pH 5, yakni : pKa, dari Hln, kedua bentuk yang berwarna tersebut memiliki konsentrasi yang sama; artinya, separuh ternetralkan. Seringkali, orang mendengar pernyataan seperti. "Sebuah indikator yang berubah warna pada pH 5 telah digunakan." ini berarti bahwa pKa, dari indikator adalah 5, dan rentangnya kira-kira dari pH 4 sampai 6.
Tabel mendaftarkan beberapa indikator asam-basa bersama dengan perkiraan rentang mereka. Perhatikan bahwa rentang tersebut secara kasar adalah antara I hingga 2 satuan pH, sesuai dengan asumsi yang kita buat di atas. Sebenarnya, rentangnya bisa tidak simetris pada pK indikator, karena mungkin diperlukan rasio yang lebih tinggi bagi pengamat untuk tnelihat bentuk yang satu ketimbang yang diperlukan untuk melihat yang lain.
3. Pemilihan Indikator yang Sesuai
Dalam titrasi asam lemah, pilihan indikatornya jauh lebih terbatas. Kita harus memilih indikator yang berubah warna di sekitar titik ekivalen dari titrasi. Untuk asam lemah, PH pada titik ekivalen diatas 7, dan fenolftalein merupakan indikator yang lazim digunakan. Untuk basa lemah, yang memiliki PH dibawah 7, indikatot yang sering digunakan metil merah atau oranye (4,2 sampai 6,2) atau metil oranye. Untuk asam dan basa kuat, indikator yang sesuai adalah metil merah, bromtimol biru, dan fenolftalein.
4. Indikator Galat
Ada sedikitnya dua sumber kesalahan dalam penentuan titik akhir suatu titrasi yang menggunakan indikator visual. Satu terjadi ketika indikator yang dipakai tiak berubah warna pada PH yang tepat. Alat kedua terjadi dalam kasus asam (atau basa) lemah dimana kemiringan kurva titrasi tidak besar sehingga perubahan warna tersebut pada titik akhir tidak tajam.




B. KELAYAKAN TITRASI ASAM-BASA
Reaksinya harus sempurna pada titik ekivalen. Derajat kesempurnaan reaksi menentukan ukuran dan ketajaman bagian vertical dari kurva titrasi. Semakin besar tetapan kesetimbangan, semakin sempurna reaksinya, semakin besar perubahan PH dekat titik ekivalen, dan semakin mudah untuk menempatkan titik ekivalen dengan presisi yang bagus.
H3¬O + OH- 2H2O K = 1/Kw = 1,0 x 1014
1. Besarnya Tahapan Kesetimbangan
Sebanyak 50,0 mL HA 0,10 M dititrasi dengan basa kuat 0,10 M. (a) Hitung nilai K minimum agar bila 49.95 mL titran ditambahkan, reaksi antara HA dan OH- pada dasarnya sempuma dan pH berubah 2,00 satuan pada penambahan dua tetes lagi (0,10 mL) titran. (b) Ulangi perhitungan untuk ∆pH = 1,00 satuan.
(a) pH 0,05 mL di luar titik ekivalen dapat dihitung sebagai berikut:
[OH-] = 0,05 x 0,10 = 5 x 10-5
100,05
pOH = 4,30
pH = 9,70
Jika ∆pH sama dengan 2,00 satuan, pH 0,05 mL sebelum titik ekivalen harus sebesar 7.70. Pada titik ini jika reaksi sempurna, kita hanya memiliki 0,005 mmol HA yang tidak bereaksi. Sehingga
pH = pKa + log
7,70 = pKa + log
pKa = 4,70
Ka = 2,0 x 105
K = = = 2,0 x 109
(b) Jika ∆pH = 1,00; maka
8,70 = pKa + log
pKa = 5,70
Ka = 2,0 x 10-6
K = 2,0 x 108

2. Pengaruh Konsentrasi
a. Semakin kecil nilai Ka, semakin tinggi pH pada titik ekivalen dan semakin kecil ∆PH.
b. Meningkatnya banyak HA yang dititrasi dalam volume awal yang sama akan menurunkan ∆PH. Namun bertambahnya HA, ini akan meningkatkan volume titran yang dibutuhkan, mengubah galat tertentu dalam menentukan titik akhir menjadi galat relatif yang lebih kecil.
Jika jumlah HA yang sama dititrasi tetapi awal dikurangi, ∆PH meningkat. Ini disebabkan terutama oleh fakta bahwa titran yang berlebih berada dalam volume yang lebih kecil.
c. Meningkatnya konsentrasi titran meningkatkan ∆PH. ini menurunkan volume titran yang dibutuhkan, sehingga membuat galat tertentu menjadi galat relatif yang lebih besar.



















Metode Analisis Titrimetrik
A. Reaksi yang Dipergunakan Untuk Titrasi
1. Asam basa. Ada sejumlah besar asam basa yang dapat ditentukan oleh titrimetrik.
2. Oksidasi-reduksi. Reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi dipergunakan secara luas dalm analisis titrimetrik.
3. Pengendapan. Pengendapan dari kation perak dengan anion halogen dipergunakan secara luas dalam prosedur titrimetrik.
4. Pembentukan kompleks. Contoh dari reaksi dimana terbentuk suatu kompleks stabil antara ion perak dan sianida

B. Molaritas
System konsentrasi ini berdasarkan pada volume dan dapat dipergunakan secara nyaman dalam prosedur laboratorium dimana volume dari larutan adalah kuantitas yang diukur. Hal ini didefinisikan sebagai berikut :
Molaritas = Jumlah mol per liter larutan
Atau

dimana M adalah molaritas, n adalah jumlah mol dalam larutan, dan V adalah volume dari larutan dalam liter karena.

dimana g adalah gram dari zat terlarut dan BM adalah molekul larutan, menghasilkan

persamaan ini dapat dipecahkan untuk gram dari zat terlarut, yang menghasilkan

C. Perhitungan Stoikiometrik
Standar primer harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Harus tersedia dalam bentuk murni, atau dalam suatu tingkat kemurnian yang diketahui, pada suatu tingkat biaya yang logis. Secara umum, jumlah total dari pengotor tidak boleh melebihi 0,01 sampai 0,02%, dan harus dilakukan tes untuk mendeteksi kuantitas pengotor-pengotor tersebut melalui tes kualitatif dengan sensitivitas yang diketahui.
2. Subtansi tersebut harus stabil. Harus mudah dikeringkan dan tidak terlalu higroskopis sehingga tidak banyak menyerap air selama penimbangan. Subtansi tersebut seharusnya tidak kehilangan berat bila terpapar udara. Garam hidrat biasanya tidak dipergunakan sebagai standar primer.
3. Yang diinginkan adalah standar primer tersebut mempunyai berat ekuivalen yang cukup tinggi agar dapat meminimalisasi konsekuensi galat pada saat penimbangan.
Sebuah sampel natrium karbonat, Na2CO3 dengan berat 0,3542 g dilarutkan dalam air dan titrasi dengan sebuah larutan asam klorida. Volume sebesar 30,23 mL diperlukan untuk mencapai titk akhir metil oranye, dan reaksinya adalah :
Na2CO3 + 2HCl → 2NaCl + H2O + CO2
Hitung molaritas dari asam tersebut
Pada titik ekivalen
mmol HCl = 2 X mmol Na2CO3
VHCl X MHCl = 2 X
30,23 X MHCl = 2 X
MHCl = 0,2211 mmol/mL



D. Berat Ekivalen Dan Sistem Normalitas Konsentrasi
Berat gram-ekivalen (yang biasa disingkat berat ekivalen, BE) dari sebuah asam atau basa didefinisikan sebagai berat yang diperlukan dalam gram untuk melengkapi atau bereaksi dengan 1 mol H+ (1,008 g). BE dari subtansi tersebut dinamakan ekivalen (eq), sama seperti BE yang dinamakan mol. Satu milliekuivalen (meq) adalah seperseribu dari ekivalen, atau
1000 meq = 1cq
Jika n adalah jumlah mol H+ yang dilengkapi oleh 1 mol asam. Atau yang direaksikan dengan 1 mol basa, hubungan antara berat molekul dan berat ekivalen adalah
BE =
Untuk HCl dan NaOH. n = 1 dan BM dan BE adalah sama. Untuk H2SO4 dan Ca(OH)2, n = 2 dan BE adalah setengah BM.
Dari definisi berat ekivalen jelas terlihat bahwa satu ekivalen dari sembarang asam bereaksi dengan satu ekivalen dari sembarang basa. Pada Ept titrasi reaksinya adalah
aA + tT → produk
Ekivalen analit = ekivalen titran
Selalu benar. Istilah mol dalam hubungan matematis pada EPt selalu
t X mol analit = a X mol titran
untuk reaksi (2) di atas akan menjadi
2 X mol H2SO4 = mol NaOH

Kunyit

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kunyit (Curcuma domestica) merupakan salah satu tanaman rempah sekaligus tanaman obat-obatan. Habitat asli tanaman ini adalah wilayah Asia, khususnya Asia Tenggara. Tanaman ini kemudian mengalami persebaran ke daerah Indo–Malaysia, Thailand, Cina, India, Vietnam, Taiwan, Filipina, Australia bahkan Afrika.
Kunyit dapat tumbuh di berbagai tempat, tumbuh liar di ladang, dihutan (misalnya hutan jati), ataupun ditanam di pekarangan rumah, di dataran rendah hingga dataran tinggi dengan ketinggian 200 m diatas permukaan laut. Selain itu, kunyit dapat tumbuh dengan baik ditanah yang baik tata pengairannya, curah hujannya cukup banyak (2000 mm–4000 mm), atau ditempat dengan sedikit kenaungan. Namun, untuk mendapatkan rimpang kunyit yang besar, sebaiknya ditanam ditanah lempung berpasir.
Selain untuk rempah, kunyit juga ditanam secara monokultur, yang kemudian akan diekspor untuk bahan obat–obatan. Kunyit mempunyai prospek cerah pada sektor industri karena dapat dibuat dalam berbagai bentuk (ekstrak, minyak, pati, makanan/minuman, kosmetika). Produk farmasi berbahan baku kunyit juga mampu bersaing dengan berbagai obat paten (suplemen) yang harganya relatif mahal. Industri produk bahan jadi dari ekstrak kunyit (suplemen) sangatlah berkembang. Produk-produk dari bahan jadi kunyit diberi bahan tambahan seperti vitamin B1, B2, B6, B12, vitamin E, lesitin, amprotab, magnesium stearat, nepagi, dan kolidon 90.
Berdasarkan kenyataan di atas, penulis tertarik untuk membahas tentang kegunaan kunyit serta tahapan pembuatan simplisia menjadi obat

B. Rumusan masalah
1. Bagian tanaman yang akan digunakan sebagai obat
2. Kandungan & khasiat
3. Tahapan cara pengumpulan bahan simplisia
4. Cara ekstraksi simplisia
5. Persyaratan simplisia
6. Tahapan pembuatan simplisia menjadi bahan obat/obat
7. Bentuk sediaan OT dari simplisia
8. Tingkat manfaat dan keamanan dari simplisia

C. Tujuan Makalah
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan mendekskripsikan
1. Bagian tanaman yang akan digunakan sebagai obat
2. Kandungan & khasiat
3. Tahapan cara pengumpulan bahan simplisia
4. Cara ekstraksi simplisia
5. Persyaratan simplisia
6. Tahapan pembuatan simplisia menjadi bahan obat
7. Bentuk sediaan OT dari simplisia
8. Tingkat manfaat dan keamanan dari simplisia

D. Kegunaan makalah
Kegunaan malakah ini untuk mengetahui khasiat dan persyaratan dari simplisia nabati khususnya tanaman kunyit berdasarkan monografi yang bisa dijadikan obat dengan tingkat manfaat yang aman


BAB II
PEMBAHASAN

A. Sistematika Tanaman Kunyit
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisio : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )
Sub-diviso : Angiospermae ( berbiji tertutup )
Kelas : Monocotyledoneae (biji berkeping satu )
Ordo : Zingiberales
Famili : Zungiberaceae
Genus : Curcuma
Species : Curcuma domestica Val.
Kunyit yang mempunyai nama latin Curcuma domestica Val. merupakan tanaman yang mudah diperbanyak dengan stek rimpang dengan ukuran 20-25 gram stek. Bibit rimpang harus cukup tua. Kunyit tumbuh dengan baik di tanah yang tata pengairannya baik, curah hujan 2.000 mm sampai 4.000 mm tiap tahun dan di tempat yang sedikit terlindung. Tapi untuk menghasilkan rimpang yang lebih besar diperlukan tempat yang lebih terbuka. Rimpang kunyit berwarna kuning sampai kuning jingga. (Sumiati , 2004.)
Beberapa kandungan kimia dari rimpang kunyit yang telah diketahui yaitu minyak atsiri sebanyak 6% yang terdiri dari golongan senyawa monoterpen dan sesquiterpen (meliputi zingiberen, alfa dan beta-turmerone), zat warna kuning yang disebut kurkuminoid sebanyak 5% (meliputi kurkumin 50-60%, monodesmetoksikurkumin dan bidesmetoksikurkumin), protein, fosfor, kalium, besi dan vitamin C. Dari ketiga senyawa kurkuminoid tersebut, kurkumin merupakan komponen terbesar. Sering kadar total kurkuminoid dihitung sebagai % kurkumin, karena kandungan kurkumin paling besar dibanding komponen kurkuminoid lainnya. Karena alasan tersebut beberapa penelitian baik fitokimia maupun farmakologi lebih ditekankan pada kurkumin. (Sumiati , 2004.)
B. Uraian tanaman
Tumbuhan berbatang basah, tinnginya 0,75 - 1 meter, daun berbentuk lonjong, bunga majemuk berwarna merah atau merah muda. Tanaman herba tahunan ini menghasilkan umbi utama berbentuk rimpang berwarna kuning tua atau jingga terang. Perbanyakan dengan anaka. Kunyit ternasuk salah satu tanaman rempah dan obat, habitat tanaman ini meliputi wilayah asia khususnya Asia khususnya Asia Tenggara. Tanaman ini kemudian mengalami persebaran kedaerah Indo-malaysia, Indonesia, Australia bahkan Afrika. Hampir setiap orang Indonesia dan India serta bangsa asia umumnya pernah mengkonsumsi tanaman rempah ini, baik sebagai pelengkap bumbu masakan jamu atau untuk menjaga kesehatan dan kecantikan.

Nama Daerah
Sumatra : Kunyet (Aceh), Hunik (Batak), Undre (Nias)
Jawa : Kunyir, Koneng (Sunda), Kunir (Jawa)
Kalimantan : Kunit, Janar (Banjar), Cahang (Dayak)
Sulawesi : Kuni (Toraja), Kunyi (Makasar)
Irian : Rame, Mingguai

Habitat
Tumbuh diladang dan dihutan, terutama di hutan jati. Banyak juga ditanam di pekarangan. Dapat tumbuh didataran rendah sampai ketinggian 2000 m dpl.

Bagian tanaman yang digunakan
Rimpang

Nama simplisia
Curcume domesticae Rhizoma
Pemerian
Bau khas aromatik; rasa agak pahit, agak pedas, lama kelamaan menimbulkan rasa tebal
Pemeriksaan Makroskopik.
Kepingan : Ringan, rapuh, warna kuning jingga kecoklatan; bentuk hampir bundar sampai bulat panjang, kadang-kadang bercabang; lebar 0,5 cm sampai 3 cm, panjang 2 cm sampai 6 cm, tebal 1mm sampai 5mm; umumnya melengkung tidak beraturan, kadang-kadang terdapat pangkal upih daun dan pangkal akar. Batas korteks dan silinder pusat kadang-kadang jelas. Berkas patahan : agak rata, berdebu, warna kuning jingga sampai coklat kemerahan.
Pemeriksaan Mikroskopik
Epidermis : satu lapis sel, pipih berbentuk poligonal, dinding sel menggabus. Rambut penutup : berbentuk kerucut, lurus atau agak bengkok; panjang 250 µm sampai 890 µm, dinding tebal. Hipodermis : terdiri dari beberapa lapis sel terentang tangensial , dinding sel menggabus. Periderm : terdiri dari 6 lapis sampai 9 lapis sel berbentuk segi panjang, dinding menggabus. Korteks dan silibder pusat : parenkimatik, terdiri dari sel-sel besar, penuh berisi pati. Butir pati: tunggal, bentuk lonjong atau bulat telur dengan satu ujung mempunyai tonjolan atau berbentuk bulat sampai hampir segitiga dengan satu sisi membulat; lamela kurang jelas ; hilus yang kurang jelas terdapat pada tonjolan di ujung butir; panjang 10 µm sampai 60 µm, umumnya 20 µm sampai 40 µm, lebar 10 µm sampai 28 µm, umumnya 14 µm sampai 20 µm. Sel sekresi : banyak tersebar, bentuk bulat atau lonjong berisi minyak berwarna kuning jingga yang sebagian mendamar dan berwarna coklat kekuningan; pada penambahan besi (III) klorida LP warna menjadi lebih tua. Berkas pembuluh : kolateral, tersebar tidak beraturan pada korteks dan pada silinder pusat, berkas pembuluh dibawah endodermis tersusun dalam lingkaran, kadang-kadang berkas pembuluh dikelilingi sel parenkim yang tersusun menjari; pembuluh kayu umumnya terdiri dari pembuluh tangga dan pembuluh jala, lebar 20 µm sampai 80 µm, tidak berlignin. Endodermis : terdiri dari 1 lapis sel terentang tangensial, dinding radial menebal, tidak terdapat pati.
Serbuk : warna kuning sampai kuning jingga. Fragmen pengenal adalah butir pati; gumpalan tidak beraturan zat berwarna kuning sampai kuning coklat; parenkim dengan sel sekresi; fragmen pembuluh tangga dan pembuluh jala; fragmen rambut penutup warna kuning; tidak terdapat serabut.
Cara Identifikasi
a. Pada 2mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes asam sulfat P; terjadi warna merah darah.
b. Pada 2mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes asam sulfat 10N; terjadi warna coklat.
c. Pada 2mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes asam klorida pekat P; terjadi warna coklat.
d. Pada 2mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes larutan natrium hidroksida P 5% b/v; terjadi warna jingga.
e. Pada 2mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes amonia (25%) P; terjadi warna merah jingga.
f. Pada 2mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes larutan besi (III) klorida P 5% b/v; terjadi warna coklat.
g. Pada 2mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes larutan timbal (II) asetat P 5% b/v; terjadi warna merah jambu.

Uji kemurnian
Kadar abu : tidak lebih dari 9%
Kadar abu yang tidak larut dalam asam : tidak lebih dari 1,6%
Kadar sari yang larut dalam air tidak kurang dari 15%
Kadar sari yang larut dalam etanol tidak kurang dari 10%
Bahan organik asing tidak lebih dari 2%
C. Kandungan Kimia


Kunyit mengandung senyawa yang berkhasiat obat yang disebut kurkuminoid. Kurkuminoid terdiri atas :
- Kurkumin : RI = R2 = OCH3 dengan kandungan 10 %
- Desmetoksikurkumin : R1 = OCH3, R2 = H dengan kandungan 1–5 %
- Bisdesmetoksikurkumin : R1 = R2 = H, berupa minyak atsiri (terdiri dari keton sesquiterpan, turmeron, tumeon 60 %, zingiberen 25 %, feladeren, sabinen, borneol, dan sineil )
Selain itu, kunyit juga mengandung lemak 1–3 %, karbohidrat 3 %, protein 30 %, pati 8 %, vitamin C 45 %–55 %, garam-garam mineral (zat besi, fosfor, kalsium), saponin, flavanoid, damar, tanin, dan poliferol.




D. Khasiat
Obat tradisional
1. Obat Dalam : panas dalam, diare (disentri), sesak nafas, gusi bengkak, berak lender, keputihan, haid tidak lancar, mempelancar ASI
2. Obat Luar : gatal–gatal, obat borok (sebagai antiseptik dan antibakteri), eksim, bengkak,
caranya dengan dibakar lalu dihirup atau dapat juga dikonsumsi dalam bentuk perasan (filtrat)
Obat Modern
Kurkumin dan minyak atsiri berfungsi untuk pengobatan hepatitis, antioksidan, antimikroba (broad spectrum), anti kolesterol, anti HIV, anti tumor (karena mengandung apostosis untuk hormone dependent and independent dan dose–independent), anti invasi, anti rheumatoid arthritis (rematik), diabetes mellitus, tifus, usus buntu, amandel

E. Tahapan Cara Pengumpulan
1. Penyortiran Basah dan Pencucian
Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian. Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.

2. Perajangan
Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan, timbang hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pemotong.
3. Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau alat pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 – 5 hari, atau setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling menumpuk. Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi. Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50oC – 60oC. Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Setelah pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilkan.
4. Penyortiran Kering
Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya).
5. Pengemasan
Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong plastik atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya). Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.
6. Penyimpanan
Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30oC dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.
F. Cara mengekstrasi
1. Persiapan Bahan
Kunyit mula-mula dipilih dan dibersihkan, kemudian dipotong kecil-kecil/tipis-tipis. Selanjutnya kunyit tersebut ditimbang sebanyak 20 gram untuk persiapan ekstraksi.
2. Ekstraksi Kurkumin
Kunyit sebanyak 20 gram dikeringkan dalam oven pada suhu 100 oC selama 1 jam. Selanjutnya dimasukkan ke dalam labu leher tiga ditambah pelarut asam asetat glasial dengan jumlah volume dan waktu ekstraksi tertentu. Pemanas dihidupkan dan pendingin balik diaktifkan. Waktu nol dari ekstraksi ditentukan pada saat asam asetat glasial mencapai titik didihnya (118,1 oC) dan diakhiri pada waktu yang telah ditentukan. Hasil ekstraksi didinginkan dan disaring menggunakan kertas saring. Filtratnya didistilasi sedangkan residunya dibuang.

3. Distilasi
Filtrat yang diperoleh dari hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam labu distilasi untuk memisahkan kurkumin dari pelarut. Pemanas dihidupkan dan diperoleh hasilnya berupa pelarut dan residu. Residu dikeringkan di dalam oven dengan suhu 120 C untuk menghilangkan sisa asam asetat glasial yang masih terdapat dalam kurkumin. Setelah itu dilakukan penimbangan sampai diperoleh berat konstan.


G. Persyaratan mutu
1. Warna : Kuning-jingga
2. Aroma : khas wangi aromatis
3. Rasa : mirip rempah dan agak pahit
4. Kadar air : 12 %
5. Kadar abu : 3-7 %
6. Kadar pasir : 1 %
7. Kadar minyak atsiri : 5 %

H. Bentuk Sediaan OT Kunyit
Kunyit mempunyai prospek cerah pada sektor industri karena dapat dibuat dalam berbagai bentuk (ekstrak, minyak, pati, makanan/minuman, kosmetika). Produk farmasi berbahan baku kunyit juga mampu bersaing dengan berbagai obat paten (suplemen) yang harganya relatif mahal. Industri produk bahan jadi dari ekstrak kunyit (suplemen) sangatlah berkembang. Produk-produk dari bahan jadi kunyit diberi bahan tambahan seperti vitamin B1, B2, B6, B12, vitamin E, lesitin, amprotab, magnesium stearat, nepagi, dan kolidon 90.





Tingkat manfaat dan keamanan dari simplisia yang telah nenjadi obat jadi ini, yaitu kombinasi aktivitas kandungan kimia aktif dalam satu bahan nabati yang mempunyai efek komplementer antara kurkuminoid dengan minyak atsiri












BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kunyit mengandung senyawa yang berkhasiat obat yang disebut kurkuminoid. Kurkuminoid terdiri atas Kurkumin, Desetoksikurkumin Bisdesmetoksikurkumin. Pengambilan kurkurmin dari kunyit dilakukan dengan cara ekstraksi
Tingkat manfaat dan keamanan dari simplisia yang telah nenjadi obat jadi ini, yaitu kombinasi aktivitas kandungan kimia aktif dalam satu bahan nabati yang mempunyai efek komplementer antara kurkuminoid dengan minyak atsiri

B. Saran

Jumat, 15 Januari 2010

Laporan Titrasi Argentometri

A. PENDAHULUAN
1. Tujuan percobaan
a. Dapat melakukan standarisasi AgNO3 dengan NaCl
b. Dapat melakukan standarisasi KSCN dengan AgNO3
c. Dapat menentukan kadar klorida dari sampel
2. Dasar Teori
Argentometri merupakan titrasi pengendapan sample yang dianalisis dengan menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida (Cl-, Br-, I-).
(Khopkar,1990)
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi, antara lain:
a. Metode Mohr
Metode Mohr biasanya digunakan untuk mentirasi ion halida seperti NaCl, dengan AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4¬ sebagai indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat hampir mencapai titik ekivalen, semua ion Cl- hampir berikatan menjadi AgCl.
(Alexeyev,V,1969)
Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran, sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+.
Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi:
Ag+(aq) + Cl-(aq) ↔ AgCl(s)↓
Sedang pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi:
2Ag+(aq) + CrO4(aq) ↔ Ag2CrO4(s)↓
Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila terlalu tinggi, dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran terlalu banyak terpakai.
2Ag+(aq) + 2OH-(aq) ↔ 2AgOH(s)↓ ↔ Ag2O(s)↓ + H2O(l)
Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O72- karena reaksi
2H+(aq) + 2CrO42-(aq) ↔ Cr2O72- +H2O(l)
Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau sangat terlambat.
Selama titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan baik. Bila tidak, maka secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian; akibatnya ialah, bahwa titik akhir menjadi tidak tajam.
b. Metode Volhard
Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+ (feriaulin) sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag, membentuk endapan putih.
Ag+(aq) + SCN-(aq) ↔ AgSCN(s)↓ (putih)
Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks yang sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq) + Fe3+(aq) ↔ FeSCN2+(aq)
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna.
Karena titrantny SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN- sedang untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan X- ditambahkan Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu dititrasi untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka titrant selain bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula dengan endapan AgX:
Ag+(aq) (berlebih) + X- (aq) ↔ AgX(s) ↓
Ag+(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) ↔ AgSCN(s) ↓
SCN-(aq) + AgX (s) ↔ X-(aq) + AgSCN(aq) ↓
Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik akhirnya melemah (warna berkurang).
Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu saling mempengaruhi.
Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan tiosianat baku. Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida karena ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut dalam keadaan asam.
2. Prinsip
Prinsipnya adalah berdasarkan pada reaksi pengendapan zat yang akan dianalisa (Cl- dan CNS) dengan larutan baku AgNO3 sebagai penitrasi dengan cara Mohr dan Volhard. Dan teknik pengendapan untuk memisahkan analit dari pengganggu-penggangunya sehingga diperoleh bentuk yang tidak larut/kelarutannya kecil sekali
3. Persamaan Reaksi
a. Metode Mohr
Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi:
Ag+(aq) + Cl-(aq) ↔ AgCl(s)↓
Pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi:
2Ag+(aq) + CrO4(aq) ↔ Ag2CrO4(s)↓
b. Metode Volhard
Ag+(aq) + SCN-(aq) ↔ AgSCN(s)↓ (putih)
SCN-(aq) + Fe3+(aq) ↔ FeSCN2+(aq)

B. PROSEDUR
1. Pembakuan AgNO3 ( Cara Mohr )
25 ml NaCl 0,1 N
dimasukan



diperoleh


dicatat



2. Pembakuan tiosianat









dititrasi




di catat







3. Penetapan sample klorida ( cara volharad )




encerkan

dilarutkan

masukan


Panaskan sampai larutan bening


Endapan disaring
indikator

Titrasi




catat



C. DATA DAN PERHITUNGAN METODA MOHR
1. Pembakuan larutan AgNO3
Volume NaCl Volume AgNO3
10 ml 13,20

Rata-rata 13,20




Kadar AgNO3 V1 . N1 = V2 . N2
10 . 0,03 = 13,20 . N2
0,3 = 13,20 N2
N2 = 0,023
2. Penentuan kadar sampel
Volume sampel Volume AgNO3
10 ml 11,20
10 ml 10,50
10 ml 11,00
Rata – rata 10,9

Kadar sample V1 . N1 = V2 . N2
10 . 0,023 = 10,9 . N2
0,3 = 10,9 N2
N2 = 0,02


D. DATA DAN PERHITUNGAN METODA VOLHARD
1. Pembakuan larutan AgNO3
Volume NaCl Volume AgNO3
10 ml 13,20

Rata-rata 13,20

Kadar AgNO3 V1 . N1 = V2 . N2
10 . 0,03 = 13,20 . N2
0,3 = 13,20 N2
N2 = 0,023
2. Pembakuan larutan KCNS
Volume sampel Volume AgNO3
10 ml 9,90


Rata – rata 9,90

Kadar sample V1 . N1 = V2 . N2
10 . 0,023 = 9,9 . N2
0,3 = 9,9 N2
N2 = 0,023

3. Penentuan kadar sampel
Volume sampel Volume AgNO3
10 ml 13,70


Rata – rata 13,70


Kadar sampel = ( V AgNO3 x N AgNO3 ) – ( V KCNS x N KCNS )
10 ml
= ( 25 x 0,023 ) – ( 13,70 x 0,023 )
10 ml
= 0,575 – 0,3151
10 ml
= 0,0256 N
E. PEMBAHASAN
Argentometri merupakan analisis volumetri berdasarkan atas reaksi pengendapan dengan menggunakan larutan standar argentum. Atau dapat juga diartikan sebagai cara pengendapan atau pengendapan kadar ion halida atau kadar Ag+ itu sendiri dari reaksi terbentuknya endapan dan zat uji dengan titran AgNO3.
Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran, sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analit dengan Ag+.
Dari hasil percobaan titrasi argentometri sample no 53 di dapat kadar sebesar 0,0211 N (berdasarkan metoda mohr) dan 0,0256 N (berdasarkan metoda volhard) hal yang menyebabkan perbedaan kadar ini disebabkan praktikan kurang teliti pada saat penyaringan kemungkinan masih terdapat Ag+.
Pada metode volhard, titrasi tidak dilakukan secara duplo dikarenakan waktu yang tidak cukup akibat lama memanaskan endapan terlalu lama.
F. REFERENSI
Day RA. Jr dan Al Underwood.1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam.
Jakarta : Erlangga
Khopkhar, SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press

Laporan Titrasi Iodimetri

A. PENDAHULUAN

1. TUJUAN PERCOBAAN
a. Dapat melakukan pembakuan I2
b. Dapat melakukan pembakuan sekunder Na2S2O3
C. Dapat menetapkan kadar sample vitamin C

2. DASAR TEORI
Iodimetri merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodine dititrasi kembali dengan larutan tiosulfat.
Reduktor+ I2 →2I-
Na2S2O3+ I2 →NaI+Na2S4O6
Untuk senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang rendah dapat direksikan secara sempurna dalam suasana asam. Adapun indikator yang digunakan dalam metode ini adalah indikator kanji.
Dalam menggunakan metode iodometrik kita menggunakan indikator kanji dimana warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetra korida dan kloroform. Namun demikan larutan dari kanji lebih umum dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodin–kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitiv untuk iodine.
Dalam beberapa proses tak langsung banyak agen pengoksid yang kuat dapat dianalisis dengan menambahkan kalium iodida berlebih dan mentitrasi iodin yang dibebaskan. Karena banyak agen pengoksid yang membutuhkan larutan asam untuk bereaksi dengan iodin, Natrium tiosulfat biasanya digunakan sebagai titrannya.
Iodimetri dan Iodometri adalah metode penentuan kuantitatif yang dasar penentuannya adalah jumlah I2, yang bereaksi dengan cuplikan atau terbentuk oleh cuplikan kalau direaksikan dengan ion I-. Jadi dasar reaksi yang digunakan pada Iodimetri dan iodometri adalah
I2 + 2e- 2I Pada Iodimetri, dasar penentuan jumlah/ kadar ion atau unsure tertentu dalam cuplikan adalah jumlah I2 yang dapat direduksinya. Jadi pada iodimetri, larutan bakunya adalah larutan I2 Kesetimbangan reaksi tersebut diatas dapat berjalan baik ke kanan maupun ke kiri. Pada reaksi 1 I2 bekerja/ bertindak sebagai oksidator, sedangkan pada reaksi 2 I2 bertindak sebagai reduktor.

2. PRINSIP
Penetapan secara kuantitatif zat-zat yang dapat tereduksi / tereduksi berdasarkan pada reaksi redoks
3. PERSAMAAN REAKSI
Reduktor+ I2 →2I-
Na2S2O3+ I2 →NaI+Na2S4O6
B. PROSEDUR
1. Pembakuan I2


Titrasi cepat cepat




2. Pembakuan Larutan baku sekunder Na2S2O3 0,1 N









3. Penetapan kadar Vitamin C






C. DATA DAN PERHITUNGAN
1. Pembakuan I2
Volume I2 Volume Na2S2O3
10 ml 9,50

Rata-rata 9,50

Kadar I2 V1 . N1 = V2 . N2
10 . 0,1 = 9,50 . N2
N2 = 0,10 N
2. Pembakuan Larutan Na2S2O3
Volume K2Cr2O7 Volume Na2S2O7
100 mg 20,30

Rata-rata 20,30
Kadar Larutan Na2S2O7 = m gram K2Cr2O7
BE K2Cr2O7 x V titrasi

= 100
49,05 X 20,3
= 0,10 N
3. Penetapan kadar vitamin C
Volume sample Volume I2
10ml 5,40
10ml 5,40
10ml 4,30
Rata-rata 5,33

Kadar Vitamin C V1 . N1 = V2 . N2
10 . N1 = 5,33 . 0,1
N1 = 0,053 N

D. PEMBAHASAN
Iodimetri merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodine dititrasi kembali dengan larutan tiosulfat.
Baik pada iodimetri maupun iodometri, titrasinya selalu berkaitan dengan I2. meskipun warna I2 (bentuk teroksidasi) berbeda dengan warna I- (bentuk tereduksi), secara teoritis untuk titrasi ini tidak memerlukan indikator, tapi karena warnanya, dalam keadaan encer, sangat “lemah’, maka pada titrasi ini diperlukan indikator. Indikator yang digunakan adalah larutan kanji (amilum). Kanji atau amilum dengan I2 akan bereaksi dan reaksinya adalah reaksi yang dapat balik :
I2 + amilum kompleks iod-amilum Kompleks iod-amilum ini adalah senyawa yang agak sukar larut dalam air sehingga kalau pada reaksi ini I2 tinggi, kesetimbangan akan terletak jauh di sebelah kanan, kompleks iod-amilum yang terbentuk banyak, akan terjadi endapan. Akibatnya kalau pada titrasi I2 “hilang” karena tereduksi, kesetimbangannya tidak segera kembali bergeser ke arah kiri, warna kompleks iod-amilum agak sukar hilang.
Adapun Dari hasil percobaan titrasi iodometri terdapat kesalahan sebesar 1,8 %. Factor yang mempengaruhinya yaitu
a) Oksidasi dari Iodida dalam keadaan asam oleh O2 dari udara
4 I- + O2 + 4 H+ I2 + 2 H2O
Oksidasi ini berjalan lambat dalam keadaan netral, tetapi apabila keadaan asam bertambah, maka akan lebih cepat. Sinar mataharipun dapat mempercepat reaksi itu, oleh karena itu ion-ion Iodida yang diasamkan/tidak diasamkan harus segera dititrasi.
b) Kecepatan menguap dari Iodium
Agar penguapan larut Iodium tidak begitu besar, maka larutan itu seharus dibubuhi KI hingga berlebih (Konsentrasi I- minimal 4 %), dimana Iodida yang ditambahkan itu mengikat molekulmolekul Iodium menjadi ion triiodida Karena reaksi ini bolak balik maka suatu larutan tri iodida pada reaksI-reaksi kimia bereaksi sebagai Iodium murni
Tetapi pada prakteknya tidak ditambahkan KI dan pada saat titarsi Erlenmeyer tidak di tutup kemungkinan iodium menguap yang dapat mempengaruhi titik akhir titrasi menjadi terlalu mencolok, yang seharunya berwarna biru. Pada percobaan kali ini terdapat kesalahan 1,8% kemungkinan kesalahan ini terjadi akibat kurang telitinya praktikan pada saat titrasi.



E. REFERENSI
Day RA. Jr dan Al Underwood.1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam.
Jakarta : Erlangga
http://id.wikipedia.org/wiki/iodometri

Laporan Titrasi Iodometri

A. PENDAHULUAN

1. TUJUAN PERCOBAAN
a. Dapat melakukan pembakuan sekunder Na2S2O3
b. Dapat menetapkan kadar sample Cu2+

2. DASAR TEORI
Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia (Bassett, 1994).
Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama (Day & Underwood, 1981)
Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk natrium thiosulfat dan dianjurkan apabila thiosulfat harus digunakan untuk penentuan tembaga. Potensial standar pasangan Cu(II) – Cu(I), Cu2+ + e ? Cu+ Eo= +0.15 V (Day & Underwood, 1981).
Karena harga E° iodium berada pada daerah pertengahan maka sistem iodium dapat digunakan untuk oksidator maupun reduktor. I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodida secara relatif merupakan reduktor lemah. Jika Eo tidak bergantung pada pH (pH < eo=" 0.535" eo=" 6.21" eo=" +" ph =" 5,0">
Dalam menggunakan metode iodometrik kita menggunakan indikator kanji dimana warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetra korida dan kloroform. Namun demikan larutan dari kanji lebih umum dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodin–kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitiv untuk iodine.
Dalam beberapa proses tak langsung banyak agen pengoksid yang kuat dapat dianalisis dengan menambahkan kalium iodida berlebih dan mentitrasi iodin yang dibebaskan. Karena banyak agen pengoksid yang membutuhkan larutan asam untuk bereaksi dengan iodin, Natrium tiosulfat biasanya digunakan sebagai titrannya.

2. PRINSIP
Penetapan secara kuantitatif zat-zat yang dapat tereduksi / tereduksi berdasarkan pada reaksi redoks
3. PERSAMAAN REAKSI
Reduktor+ I2 →2I-
Na2S2O3+ I2 →NaI+Na2S4O6

B. PROSEDUR
1. Pembakuan Larutan baku sekunder Na2S2O3 0,1 N















2. Penetapan kadar sample Cu2+




















C. DATA dan PERHITUNGAN
1. Pembakuan Larutan Na2S2O3
Volume K2Cr2O7 Volume Na2S2O7
100 mg 19,10
19,80
Rata-rata 19,45

Kadar Larutan Na2S2O3 = m gram K2Cr2O7
BE K2Cr2O7 x V titrasi
= 0,1
49,05 X 19,45
= 0,10 N

2. Penetapan kadar Cu2+
Volume sample Volume I2
10ml 4,0
10ml 3,0
10ml 4,0
Rata-rata 3,67



Kadar Cu2+ = V titrasi x N titrasi Na2S2O3
V sampel
= 3,67 x 0,10
10 ml
= 0,0367

D. PEMBAHASAN
1. Normalitas H2SO4 terlalau pekat seharusnya normalitas H2SO4 yaitu 6 N sehingga menyebabkan warna zat yang dititrasi menjadi hitam kecoklatan
2. Penetapan kadar sampel dilakukan perkelompok bukan perindividu dikarenakan jumlah KI yang terbatas dan untuk mengefiseinsikan waktu
3. ketika penambahan amilum kemudian di titrasi kembali dengan Na2S2O3 0,1 N warna yang terbentuk yaitu ungu bukan biru dan setelah dititrasi warnanayapun menjadi kehijauan
4. Setelah ditambahkan 20 ml larutan KCNS 20% warna yang terbentuk / terjadi adalah putih

E. REFERENSI
Day RA. Jr dan Al Underwood.1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam.
Jakarta : Erlangga
http://id.wikipedia.org/wiki/iodometri

Laporan Titrasi Permanganometri

A. PENDAHULUAN
1. Tujuan percobaan : Melakukan pembakuan KMnO4
Menentukan kadar sample
2. Dasar Teori
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Titrasi dengan KMnO4 sudah dikenal lebih dari seratus tahun. Kebanyakan titrasi dilakukan dengan cara langsung atas alat yang dapat dioksidasi seperti Fe+, asam atau garam oksalat yang dapat larut dan sebagainya. Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung dengan permanganometri seperti: (1) ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan sebagai oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4 berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah yang akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan. (2) ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebutdan sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4.
Permanganometri adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi redoks. Dalam reaksi ini, ion MnO4- bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4- akan berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam. Teknik titrasi ini biasa digunakan untuk menentukan kadar oksalat atau besi dalam suatu sample.
Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium permanganat. Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada volume larutan dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk menunjukkan kelebihan pereaksi.
Kalium Permanganat distandarisasikan dengan menggunakan natrium oksalat atau sebagai arsen (III) oksida standar-standar primer. Reaksi yang terjadi pada proses pembakuan kalium permanganat menggunakan natrium oksalat adalah:
5C2O4- + 2MnO4- + 16H+ → 10CO2 + 2Mn2+ + 8H2O
Akhir titrasi ditandai dengan timbulnya warna merah muda yang disebabkan kelebihan permanganat.
3. Prinsip
Prinsip titrasi permanganometri adalah berdasarkan reaksi oksidasi dan reduksi. Pada saat percobaan yang dilakukan.

4. Reaksi
Kalium permanganat yang digunakan pada permanganometri adalah oksidator kuat yang dapat bereaksi dengan cara yang berbeda-beda, tergantung dari pH larutannya. Kekuatannya sebagai oksidator juga berbeda-beda sesuai dengan reaksi yang terjadi pada pH yang berbeda itu. Reaksi yang beraneka ragam ini disebabkan oleh keragaman valensi mangan. Reduksi MnO4- berlangsung sebagai berikut:
a.dalam larutan asam, [H+] 0,1 N atau lebih
MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O
b.dalam larutan netral, pH 4 – 10
MnO4- + 4H+ + 3e- Mn¬¬O2 ↓ + 2H2O
c.dalam larutan basa, [OH-] 0,1 N atau lebih
MnO4- + e- MnO42-

B. PROSEDUR
1. Pembakuan KMnO4 dengan asam oksalat



2. Penentuan kadar sampel


Pipet 10 ml

C. DATA DAN PERHITUNGAN
1. Pembakuan larutan KMnO4

Volume Asam oksalat Volume KMnO4
50 mg 6,50
50 mg 6,50
Rata-rata 6,50

Kadar KMnO4 = Berat asam oksalat (mg)
V KMnO4 (Setelah dikurangi titrasi blangko) x BE asam oksalat
= 50 mg
(6,50-0,1) x 63,04
= 0,124 N



2. Penentuan kadar sampel
Volume sampel Volume KMnO4
10 ml 3,4
10 ml 3,6
10 ml 3,6
Rata – rata 3,53

Kadar KMnO4 = 3,53 x 0,124
10
= 0,437
10
= 0,044 N

D. PEMBAHASAN
Percobaan dilakukan dalam waktu yang lama karena keterbartasan alat yang digunakan dihawatirkan larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2. Pada saat titik akhir titrasi pada mulanya didapat warna merah rosa tapi lama kelamaan warna tersebut berubah menjadi agak kecoklatan
Pada saat titrasi blanko yang dilakukan ( hanya dengan aquadest ) warna yang didapat sangat mencolok hal ini dikarenakan volume KMnO4 yang dibutuhkan sedikit sekali kemungkinan hal ini terjadi akibat dari larutan KMnO4 tidak di saring dengan glasswol yang mempengaruhi normalitas KMnO4

E. REFERENSI
"http://id.wikipedia.org/wiki/Permanganometri"

Laporan Titrasi kompleksometri

A. PENDAHULUAN
1. Tujuan percobaan
a. Untuk menentukkan ion - ion kompleks dan molekul netral yang
terdisosiasi dalam larutan
b. Untuk menetukan hasil yang kompleks dari titrasi kompleksometri
2. Dasar teori
Titrasi adalah pengukuran suatu larutan dari suatu reaktan yang dibutuhkan untuk bereaksi sempurna dengan sejumlah reaktan tertentu lainnya. Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :
M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen – penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul (Rival, 1995).
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut (Harjadi, 1993).
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr, dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah Eriochrome black T; pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit; 1-(2-piridil-azonaftol), PAN, zincon, asam salisilat, metafalein dan calcein blue (Khopkar, 2002).
Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia adala ion sianida, CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida membentuk senyawa kompleks perak-sianida, sedagkan dengan ion nilkel membentuk nikel-sianida. Kendala yang membatasi pemakaian-pemakaian ion sianoida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini merupakan ligan bergigi satu (Rival, 1995).
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome black T. Pada pH tinggi, 12, Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+ dengan indikator murexide (Basset, 1994).
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan kadmium (Harjadi, 1993).
Kompleksometri merupakan metoda titrasi yang pada reaksinya terjadi pembentukan larutan atau senyawa kompleks dengan kata lain membentuk hash berupa kompleks. Untuk dapat dipakai sebagai dasar suatu titrasi, reaksi pembentukan kompleks disamping harus memenuhi persyaratan umum amok titrasi, make kompleks yang terjadi hams stabil. Titrasi ini biasanya digunakan untuk penetapan kadar logam polivalen atau senyawanya dengan menggunakan NaaEDTA sebagai titran pembentuk kompleks (Tim Penyusun, 1983).
Tabel Kompleksometri
Logam Ligan Kompleks Bilangan koordinasi
logam Geometri Reaktivitas
Ag+ NH3 Ag(NH3)2+ 2 Liniar Labil
Hg2+ Cl- HgC12 2 Liniar Labil
Cu2+ NH3 Cu(NH3)42+ 4 Tetrahedral Labil
Ni2+ CN- Ni(CN)42- 4 Persegi
planar Labil
Co2+ H2O CO(H2O)62+ 6 Oktahedral Labil
Co3+ NH3 Co(NH3)63+ 6 Oktahedral Inert
Cr3+ CN- Cr(CN)63- 6 Oktahedral Inert
Fe 3+ CN- Fe(CN)63- 6 Oktahedral Inert
Hanya beberapa ion logam seperti tembaga, kobal, nikel, seng, cadmium, dan merkuri (II) membentuk kompleks stabil dengan nitrogen seperti amoniak dan trine. Beberapa ion logam lain, misalnya alumunium, timbale, dan bismuth lebih baik berkompleks dengan ligan dengan atom oksigen sebagai donor electron. Beberapa pereaksi pembentuk khelat, yang mengandung baik oksigen maupun nitrogen terutama efektif dalam pembentukan kompleks stabil dengan berbagai logam. Dari ini yang terkenal ialah asam etilendiamintetraasetat, kadang-kadang dinyatakan asam etilendinitrilo, dan sering disingkat sebagai EDTA :
Ikatan pada EDTA, yaitu ikatan N yang bersifat basa mengikat ion H+ dari ikatan karboksil yang bersifat asam. Jadi dalam bentuk Ianitan pada EDTA ini terjadi reaksi intra molekuler (maksudnya dalam molekul itu sendiri), maka rumus senyawa tersebut disebut "zwitter ion". EDTA dijual dalam bentuk garam natriumnya, yang jauh lebih mudah larut daripada bentuk asamnya (Syafei, 1998)
Reaksi pengkomplekan dengan suatu ion logam, melibatkan penggantian satu molekul pelarut atau lebih yang terkoordinasi dengan gugus-gugus nukleofilik lain, gugus yang terikat oleh pada ion pusat disebut ligan. Ligan dapat berupa sebuah molekul netral atau sebuah ion bermuatan, ligan dapat dengan baik diklasifikasi atas dasar banyaknya titik lekat kepada ion logam. Ligan sederhana seperti ion-ion halide atau molekul-molekul H20 atau NH3 adalah monodentat, yaitu ligan yang terikat pada ion logam hanya pada satu titik oleh penyumbangan atau pasangan elektron kepada logam, bila ion ligan itu mempunyai dua atom, maka molekul itu mempunyai dua atom penyumbang untuk membentuk dua ikatan koordinasi dengan ion logam yang sama, ligan itu disebut bidentat. Ligan multidentat mempunyai lebih dari dua atom koordinasi per molekul, kestabilan termodinamik dari satu spesi merupakan ukuran sejauh mana spesi ini akan terbentuk dari spesi-spesi lain pada kondisi tertentu, jika sistern itu dibiarkan mencapai kesetimbangan
Ligan dapat berupa suatu senyawa organik seperti asam sitrat, EDTA, maupun senyawa anorganik seperti polifosfat. Untuk memperoleh ikatan metal yang stabil, diperlukan ligan yang mampu membentuk cincin 5-6 sudut dengan logam misalnya ikatan EDTA dengan Ca. Ion logam terkoordinasi dengan pasangan electron dari atom-atom N-EDTA dan juga dengan keempat gugus karboksil yangh terdapat pada molekul EDTA (Winarno, 1982).
Ligan dapat menghambat proses oksidasi, senyawa ini merupakan sinerjik anti oksidan karena dapat menghilangkan ion-ion logam yang mengkatalisis proses oksidasi (Winarno, 1982).

EDTA merupakan ligan seksidentat yang berpotensi, yang dapat berkoordinasi dengan ion logam dengan pertolongan kedua nitrogen dan empas gugus karboksil. Dalam hal-hal lain, EDTA mungkin bersikap sebagai suatu ligan kuinkedentat atau kuadridentat yang mempunyai satu atau dua gugus karboksilnya bebas dari interaksi yang kuat dengan logamnya. Untuk memudahkan, bentuk asam EDTA bebas sering kali disingkat H4Y. Dalam larutan yang cukup asam, protonasi sebagian dari EDTA tanpa kerusakan lengkap dari kompleks iogam mungkin terjadi, yang menyebabkan terbentuknya zat seperti CuHY-; tetapi pada kondisi biasa semua empat hidrogen hilang, apabila ligan dikoordinasikan dengan ion logam. Pada harga-harga pH sangat tinggi, ion hidroksida mungkin menembus lingkungan koordinasi dari logam dan kompleks seperti Cu(OH) Y3- dapat terjadi.
3. Prinsip
Metode analisa berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks ( ion kompleks atau garam dapur sukar mengion ). Merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks membentuk hasil berupa kompleks
4. Persamaan reaksi :
B. PROSEDUR
1. Melakukan pembakuan larutan standar EDTA
a. Timbang 80 mg ZnSO4.H2O
b. Masukan secara kuantitatif ke dalam labu ukur tambahkan aquadest ad 100 ml, kocok
c. Masukan ke dalam gelas kimia, pipet 10 ml dengan pipet volume, masukan dalam erlenmeyer
d. Tambahkan 50 ml aquadest kocok sampai larut
e. Tambahkan 2 ml buffer salmiak pH 10
f. Tambahkan 3 tetes indicator EBT
g. Titrasi dengan larutan standar EDTA sampai warna ungu menjadi biru
2. Melakukan penetapan kadar
a. Encerkan sample no.07 dengan aquadest dalam labu ukur
b. Masukan ke dalam gelas kimia secara kuantitatif
c. Pipet 10 ml dengan pipet volume masukan dalam erlenmeyer
d. Tambahkan 50 ml aquadest kocok sampai larut
e. Tambahkan 2 ml buffer salmiak pH 10
f. Tambahkan 3 tetes indicator EBT
g. Titrasi dengan larutan standar EDTA sampai warna ungu menjadi biru


C. DATA DAN PERHITUNGAN
Mg ZnSO4.H2O Volume EDTA
80 mg 7,00
80 mg 7,00
Rata-rata 7,00

Nornalitas EDTA = Berat ZnSO4.H2O
BE ZnSO4H2O x V EDTA
= 80
161 x 7
= 0,0709 N

Volume sample no.07 Volume EDTA
10 ml 4,20
10 ml 4,33
10 ml 4,04
Rata-rata 4,19

Nornalitas EDTA = Vol titrasi x N EDTA
V sampel
= 4,19 x 0,0709
10
= 0,0297 N

D. PEMBAHASAN
Dari hasil percobaan titrasi kompleksometri ( sample no.07 ) Pada saat praktikum, praktikan kurang teliti, padahal dalam pencampuran larutan apabila terdapat kesalahan maka akan mempengaruhi pada hasil akhir percobaan yang dilakukan. Pembakuan dilakukan oleh seorang ( diwakilkan ) dikarenakan zat pentitrasi tidak cukup.
Perubahan warna dalam titrasi dari ungu ke biru menjadi faktor penting, sehingga harus hati hati pada saat titrasi. Titrasi dilakukan secara triplo. Didapat volume awal titrasi sebesar 4,20 ml berwarna biru muda, V2=4,20 ml, V3=4,33ml berwarna biru tua. Warna V3 cenderung lebih pekat karena buret bocor.
EDTA merupakan ligan seksidentat yang berpotensi, yang dapat berkoordinasi dengan ion logam dengan pertolongan kedua nitrogen dan empat gugus karboksil. Dalam hal-hal lain, EDTA mungkin bersikap sebagai suatu ligan kuinkedentat atau kuadridentat yang mempunyai satu atau dua gugus karboksilnya bebas dari interaksi yang kuat dengan logamnya. Untuk mernudahkan, bentuk asam EDTA bebas sering kali disingkat H4Y. Dalam larutan yang cukup asam, protonasi sebagian dari EDTA tanpa kerusakan lengkap dari kompleks logam mungkin terjadi, yang menyebabkan terbentuknya zat seperti CuHY- ; tetapi pada kondisi biasa semua empat hidrogen hilang, apabila ligan dikoordinasikan dengan ion logam. Pada harga-harga pH sangat tinggi, ion hidroksida mungkin menembus lingkungan koordinasi dari logam dan kompleks seperti Cu(OH)Y3- dapat terjadi.
Titrasi kompleksometri sangat dipengaruhi oleh pH. Hanya pada harga-harga pH lebih besar kira-kira 12, kebanyakan EDTA ada dalam bentuk tetraanion Y'-. Pada harga-harga pH yang lebih rendah, zat yang berproton HY3-, dan seterusnya, ada dalam jumlah berlebihan. Jelaslah bahwa kecenderungan yang sebenarnya untuk membentuk khelonat logam pada sembarang pH tidak dapat diperbedakan langsung, dari Kabs (Underwood).
E. REFEFERENSI
L Underwood.R.A Day, JR.2002.Analisis Kimia Kuantitatif, edisi 6, Gramedia.JAKARTA
http://pdfdatabase.com/index.php?g=kompleksometri+kimia
http://belajarkimia.com/2009/01/definisikompleksometri